Selamat Datang

Bintang

Pages

Senin, 28 Januari 2013

Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia

                Sejak zaman pra sejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di daratan Asia Tenggara. Wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang dijual disana menarik bagi para pedagang, dan menjadi daerah lintasan penting antara Cina dan India. Sementara itu, pala dan cengkeh yang berasal dari Maluku dipasarkan di Jawa dan Sumatera, untuk kemudian dijual kepada para pedagang asing. Pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra dan Jawa antara abad ke-1 dan ke-7 M sering disinggahi para pedagang asing seperti Lamuri (Aceh), Barus, dan Palembang di Sumatra; Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa.
            Bersamaan dengan itu, datang pula para pedagang yang berasal dari Timur Tengah. Mereka tidak hanya membeli dan menjajakan barang dagangan, tetapi ada juga yang berupaya menyebarkan agama Islam. Dengan demikian, agama Islam telah ada di Indonesia ini bersamaan dengan kehadiran para pedagang Arab tersebut. Meskipun belum tersebar secara intensif ke seluruh wilayah Indonesia.
           
A.     Masuknya Islam Ke Indonesia
Islam masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijrah atau abad ke tujuh/ke delapan masehi. Ini mungkin didasarkan pada penemuan batu nisan seorang wanita muslimah yang bernama Fatimah binti Maimun di Leran dekat Surabaya yang bertahun 475 H atau 1082 M. Sedangkan menurut laporan seorang musafir Maroko Ibnu Batutah yang mengunjungi Samudra Pasai dalam perjalanannya ke Negeri Cina pada 1345M, Agama islam yang bermadzhab Syafi’I telah mantap disana selama seabad. Oleh karena itu, abad XIII biasanya dianggap sebagai masa awal masuknya agama Islam ke Indonesia.
Adapun daerah pertama yang dikunjungi adalah pesisir Utara pulau Sumatera. Mereka membentuk masyarakat Islam pertama di Peureulak Aceh Timur yang kemudian meluas sampai bisa mendirikan kerajaan Islam pertama di Samudera pasai, Aceh Utara.
Sekitar permulaan abad XV, Islam telah memperkuat kedudukannya di Malaka, pusat rute perdagangan Asia Tenggara yang kemudian melebarkan sayapnya ke wilayah-wilayah Indonesia lainnya. Pada permulaan abad tersebut, Islam sudah bisa menjejakkan kakinya ke Maluku, dan yang terpenting ke beberapa kota perdagangan di Pesisir Utara Pulau Jawa yang selama beberapa abad menjadi pusat kerajaan Hindu yaitu kerajaan Majapahit. Dalam waktu ya ng tidak terlalu lama yakni permulaan abad XVII, dengan masuk islamnya penguasa kerajaan Mataram yaitu Sulthan Agung, kemenangan agama tersebut hampir meliputi sebagian besar wilayah Indonesia.
Berbeda dengan masuknya islam ke Negara-negara di bagian dunia lainnya yakni dengan kekuatan militer, masuknya islam ke Indonesia itu dengan cara damai disertai dengan jiwa toleransi dan saling menghargai antara penyebar dan pemeluk agama baru dengan penganut-penganut agama lama (Hindu-Budha). Ia dibawa oleh pedagang-pedagang Arab dan Ghujarat di India yang tertarik dengan rempah-rempah. Masuknya Islam melalui India ini menurut sebagian pengamat, mengakibatkan bahwa islam yang masuk ke Indonesia ini bukan islam yang murni dari pusatnya di Timur Tengah, tetapi islam yang sudah banyak dipengaruhi paham mistik, sehingga banyak kejanggalan dalam pelaksanannnya .
Berbeda dengan pendapat diatas, S.M.N. Al-Attas berpendapat bahwa pada tahap pertama islam di Indonesia yang menonjol adalah aspek hukumnya bukan aspek mistiknya karena ia melihat bahwa kecenderungan penafsiran al-Quran secara mistik itu baru terjadi antara 1400-1700 M.
Akan tetapi, sejak pertengahan abad XIX, agama islam Indonesia secara bertahap mulai meninggalkan sifat-sifatnya yang sinkretik setelah banyak orang Indonesia yang mengadakan hubungan dengan Mekkah dengan cara melakukan ibadah haji. Apalagi setelah transportasi laut yang makin membaik, semakin banyaklah orang Indonesia yang melakukan ibadah haji bahkan sebagian mereka ada yang bermukim bertahun-tahun lamanya untuk mempelajari ajaran islam dari pusatnya, dan ketika kembali ke Indonesia mereka menjadi penyebar aliran islam yang ortodoks.[1]

B.     Seminar Sejarah Masuknya Islam Di Indonesia
Setiap seminar mengadakan siding-sidangnya mulai hari ahad 21 s/d 24 syawal 1382 H, ( 17 s/d 20 Maret 1963) di Medan, yaitu seminar sejarah masuknya Islam ke Indonesia. Para peserta terdiri dari beberapa negarawan, sejarawan, dan cendekiawan. Tema seminar dirumuskan dalam 2 hal pokok yaitu: Pertama tentang masuknya islam ke Indonesia,kedua tentang daerah Islam pertama di Indonesia yang menyangkut daerah/lokasi dimana Islam mula-mula tertanam. Dari hasil seminar dapat disimpulkan:
1.      Bahwa menurut sumber-sumber yang kita ketahui, islam untuk pertama kalinya telah masuk ke Indonesia pada abad pertama hijrah (abad ke 7/8 M) dan langsung dari Arab.
2.      Bahwa daerah yang pertama didatangi oleh Islam ialah pesisir Sumatera dan bahwa setelah terbentuknya masyarakat Islam, maka raja Islam yang pertama berada di Aceh.
3.      Bahwa mubaliq-mubaliq Islam pertama yang datang ke Indonesia merangkap sebagai saudagar.
4.      Bahwa penyiaran itu di Indonesia dilakukan secara damai.
5.      Bahwa Kedatangan Islam membawa kecerdasan dan peradaban yang tinggi dalam membentuk kepribadian bangsa Indonesia dalam menahan penderitaan dan perjuangan melawan penjajahan bangsa asing.

Dr. Hamka memberi kesimpulan:
a.       Agama Islam telah berangsur datang ke tanah air kita ini sejak abad pertama (abad ke-7M) dibawa oleh saudagar-saudagar Islam yang intinya adalah orang-orang Arab diikuti oleh orang Persia dan Gujarat.
b.      Oleh karena penyebaran Islam itu tidak dijalankan dengan kekerasan dan tidak ada penaklukan negeri, maka jalannya itu adalah berangsur-angsur.
c.       Mazhab Syafi’I telah berpengaruh sejak semula perkembangan itu, sampai Raja Islam Pasai Samudera itu adalah seorang alim ahli fiqih Mazhab Syafi’i.
d.      Kedatangan ulama-ulama Islam dari luar negari ke Aceh memperteguh odeologi Mazhab Syafi’I yang telah ditanam raja-raja Pasai.
e.       Saya mengakui bahwa ulama luar yang datang kemari, disamping ada ulama kita belajar ke Mekkah, Syam, Yaman, Aden, dan lainnya.
Tapi semua itu bukanlah menghilangkan kepribadian Muslim Indonesia dalam rangka umat Islam sedunia, tetapi mengesankan kebesaran Salafussalihin Indonesia, sehingga Aceh menjadi “Serambi Mekkah”.

Haji Abubakar Aceh membuat kesimpulan:
a.       Islam masuk ke Indonesia mula pertama di Aceh, tidak mungkin di daerah lain.
b.      Penyiar Islam pertama di Indonesia tidah hanya terdiri dari saudagar India dari Gujarat, tetapi juga terdiri dari mubaligh-mubaligh Islam dari bangsa Arab.
c.       Diantara mazhab pertama yang dipeluk di Aceh ialah Syi’ah dan Syafi’i.[2]

Maka setelah 15 tahun sesudah seminar di Medan berlangsung atau tepatnya pada tanggal 10-16 juni 1978, majelis ulama propinsi daerah istimewa Aceh memprakarsai pula seminar serupa yaitu tentang sejarah masuk dan berkembangnya Islam di daerah istimewa aceh yang diadakan di Banda Aceh. Seminar ini dihadiri oleh para sarjana dan cendekiawan yang berada di Aceh khususnya. Dari hasil seminar tersebut dapat disimpulkan:
1.      Pada abad pertama hijrah islam sudah masuk di Aceh
2.      Kerajaan-kerajaan Islam yang pertama adalah perlak, lamuri dan pasai
3.      Islam berkembang di Aceh melalui cara hikmah kebijaksanaan

Sebenarnya apa yang telah disimpulkan dalam ke-2 seminar tersebut diatas terutama yang menyangkut dengan proses islamisasi di Indonesia adalah juga seirama dengan pendapat 2 sarjana barat yaitu Prof. Gabriel Ferrand dan Prof. Paul Wheatly. Bersumber pada keterangan para musafir dan pedagang Arab tentang Asia Tenggara, maka ke-2 sarjana tersebut menyebutkan bahwa sudah sejak abad ke-8, pelabuhan-pelabuhan yang terkenal di Asia Tenggara pada masa itu, telah dikunjungi oleh para pedagang dan musafir-musafir Arab. Dan  bahkan pada kota-kota dagang itu telah terdapat Fondasi-fondasi para pedagang Islam. Jadi dapat ditafsirkan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia sejak awal ke-8 M, langsung dibawa oleh para pedagang dan musafir Arab.

C.     Corak dan Perkembangan Islam di Indonesia
1.      Masa Kesulthanan
Untuk melihat lebih jelas gambaran keislaman di kesultanan atau kerajaan-kerajaan Islam akan di uraikan sebagai berikut.
Di daerah-daerah yang sedikit sekali di sentuh oleh kebudayaan Hindu-Budha seperti daerah-daerah Aceh dan Minangkabau di Sumatera dan Banten di Jawa, Agama Islam secara mendalam mempengaruhi kehidupan agama, sosial dan politik penganut-penganutnya sehingga di daerah-daerah tersebut agama Islam itu telah menunjukkan di dalam bentuk yang lebih murni.
Di kerajaan Banjar, dengan masuk Islamnya raja, perkembangan Islam selanjutnya tidak begitu sulit karena raja menunjangnya dengan fasilitas dan kemudahan-kemudahan lainnya dan hasilnya mebawa kepada kehidupan masyarakat Banjar yang benar-benar bersendikan Islam. Secara konkrit, kehidupan keagamaan di kerajaan banjar ini diwujudkan dengan adanya mufti dan qadhi atas jasa Muhammad Arsyad Al-Banjari yang ahli dalam bidang fiqih dan tasawuf. Di kerajaan ini, telah berhasil pengodifikasian hukum-hukum yang sepenuhnya berorientasi pada hukum islam yang dinamakan Undang-Undang Sultan Adam. Dalam Undang-Undang ini timbul kesan bahwa kedudukan mufti mirip dengan Mahkamah Agung sekarang yang bertugas mengontrol dan kalau perlu berfungsi sebagai lembaga untuk naik banding dari mahkamah biasa. Tercatat dalam sejarah Banjar, di  berlakukannya hukum bunuh bagi orang murtad, hukum potong  tangan untuk pencuri dan mendera bagi yang kedapatan berbuat zina.
Pada akhirnya kedudukan Sultan di Banjar bukan hanya pemegang kekuasaan dalam kerajaan, tetapi lebih jauh diakui sebagai Ulul amri kaum Muslimin di seluruh kerajaan itu.
Untuk memacu penyabaran agama Islam, didirikan sebuah organisasi yang Bayangkare Islah (pengawal usaha kebaikan). Itulah organisasi pertama yang menjalankan program secara sistematis sebagai berikut:
a.       Pulau Jawa dan Madura dibagi menjadi beberapa wilayah kerja para wali.
b.      Guna memadu penyebaran agama Islam, hendaklah di usahakan agar Islam dan tradisi Jawa didamaikan satu dengan yang lainnya.
c.         Hendaklah di bangun sebuah mesjid yang menjadi pusat pendidikan Islam.

Dengan kelonggaran-kelonggaran tersebut, tergeraklah petinggi dan penguasa kerajaan untuk memeluk agama Islam. Bila penguasa memeluk agama Islam serta memasukkan syari’at Islam ke daerah kerajaannya, rakyat pun akan masuk agama tersebut dan akan melaksanakan ajarannya. Begitu pula dengan kerajaan-kerajaan yang berada di bawah kekuasaannya. Ini  seperti  ketika di pimpin oleh Sultan Agung. Ketika Sultan Agung masuk Islam, kerajaan-kerajaan yang ada di bawah kekuasaan Mataram ikut pula masuk Islam seperti kerajaan Cirebon, Priangan dan lain sebagainya. Lalu Sultan Agung menyesuaikan seluruh tata laksana kerajaan dengan istilah-istilah keislaman, meskipun kadang-kadang tidak sesuai dengan arti sebenarnya.

2.      Masa Penjajahan
Ditengah-tengah proses transformasi sosial yang relative damai itu, datanglah pedagang-pedagang Barat, yaitu portugis, kemudian spanyol, di susul Belanda dan Inggris. Tujuannya adalah menaklukkan kerajaan-kerajaan Islam Indonesia di sepanjang pesisir kepulauan Nusantara ini.
Pada mulanya mereka datang ke Indonesia hanya untuk menjalinkan hubungan dagang karena Indonesia kaya akan rempah-rempah, tetapi kemudian mereka ingin memonopoli perdagangan tersebut dan menjadi tuan bagi bangsa Indonesia.
Apalagi setelah kedatangan Snouck Hurgronye yang ditugasi menjadi penasehat urusan pribumi dan Arab, pemerintah Hindia-Belanda lebih berani membuat kebijaksanaan mengenai masalah Islam di Indonesia karena Snouck mempunyai pengalaman dalam penelitian lapangan di Negeri Arab, Jawa dan Aceh. Lalu ia mengemukakan gagasannya yang di kenal dengan politik Islam di Indonesia. Dengan politik itu ia membagi masalah Islam dalam tiga kategori, yaitu:
a.       Bidang agama murni atau ibadah;
b.      Bidang sosial kemasyarakatan; dan
c.       Politik.

Terhadap bidang agama murni, pemerintah colonial memberikan kemerdekaan kepada umat Islam untuk melaksanakan ajaran agamanya sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda.
Dalam bidang kemasyarakatan, pemerintah memamfaatkan adat kebiasaan yang berlaku sehingga pada waktu itu dicetuskanlah teori untuk membatasi keberlakuan hukum Islam, yakni teori reseptie yang maksudnya hukum Islam baru  bisa diberlakukan apabila tidak bertentangan dengan alat kebiasaan. Oleh karena itu, terjadi kemandekan hukum Islam.
Sedangkan dalam bidang politik, pemerintah melarang keras orang Islam membahas hukum Islam baik dari Al-Qur’an maupun Sunnah yang menerangkan tentang politik kenegaraan atau ketatanegaraan.[3]

3.      Gerakan dan organisasi Islam
Akibat dari  “resep politik Islam”-nya Snouck Hurgronye itu, menjelang permulaan abad xx umat Islam Indonesia yang jumlahnya semakin bertambah menghadapi tiga tayangan dari pemerintah Hindia Belanda, yaitu: politik devide etimpera, politik penindasan dengan kekerasan dan politik menjinakan melalui asosiasi.
Untuk sementara pihak pemerintah colonial berhasil mencapai sasarannya, yakni beberapa golongan Islam dapat di pecah-belah, perlawanan dapat dipatahkan dengan kekerasan senjata, sebagian besar golongan Islam yang di pedalaman dapat terus diisolasi dalam alam ketakhayulan dan kemusyrikan, dan sebagian lagi memasuki aparatur kepegawaian colonial rendahan.
Namun, ajaran Islam pada hakikatnya terlalu dinamis untuk dapat dijinakkan begitu saja. Dengan pengalaman tersebut, orang Islam bangkit dengan menggunakan taktik baru, bukan dengan perlawanan fisik tetapi dengan membangun organisasi. Oleh karena itu, masa terakhir kekuasaan Belanda di Indonesiadi tandai dengan tumbuhnya kesadaran berpolitik bagi bangsa Indonesia, sebagai hasil perubahan-perubahan sosial dan ekonomi, dampak dari pendidikan Barat, serta gagasan-gagasan aliran pembaruan Islam di Mesir.
Akibat dari situasi ini, timbullah perkumpulan-perkumpulan politik baru dan muncullah pemikir-pemikir politik yang sadar diri. Karena persatuan dalam syarikat Islam itu berdasarkan ideologi Islam, yakni hanya orang Indonesia yang beragama Islamlah yang dapat di terima dalam organisasi tersebut, para pejabat dan pemerintahan  (pangreh praja) ditolak dari keanggotaan itu.
Persaingan antara partai-partai politik itu mengakibatkan putusnya hubungan antara pemimpin Islam, yaitu santri dan para pengikut tradisi Jawa dan abangan. Di kalangan santri sendiri, dengan lahirnya gerakan pembaruan Islam dari Mesir yang mengompromikan rasionalisme Barat dengan fundamentalisme Islam, telah menimbulkan perpecahan sehingga sejak itu dikalangan kaum muslimin terdapat dua kubu: para cendekiawan Muslimin berpendidikan Barat, dan para kiayi serta Ulama tradisional.
Selama pendudukan jepang, pihak Jepang rupanya lebih memihak kepada kaum muslimin dari pada golongan nasionalis karena mereka berusaha menggunakan agama untuk tujuan perang mereka. Oelh karena itu, ada tiga prantara politik berikut ini yang merupakan hasil bentukan pemerintah Jepang yang menguntungkan kaum muslimin.
1.      Shumubu, yaitu Kantor Urusan Agama yang menggantikan Kantor Urusan Pribumi zaman Belanda.
2.      Masyumi, yakni singkatan dari Majelis Syura Muslimin Indonesia menggantikan MIAI yang dibubarkan pada bulan oktober 1943.
3.      Hizbullah, (Partai Allah dan Angkatan Allah), semacam organisasi militer untuk pemuda-pemuda Muslimin yang dipimpin oleh Zainul Arifin.[4]

D.    Tersiarnya Islam di Indonesia
Sebelum Islam masuk ke Indonesia, agama Hindu dan  Budha telah berkembang luas di nusantara ini, disamping banyak yang masih menganut animism dan dinamisme, kedua agama itu kian lama kian pudar cahayanya dan akhirnya kedudukannya sepenuhnya diganti oleh agama Islam yang kemudian menjadi anutan 85 hingga 95% rakyat Indonesia. Sebab-sebab sangat pesat dan cepat tersiarnya Islam di Indonesia antara lain sebagai berikut:
1.      Terutama sekali faktor agama Islam (aqidah, syariah dan akhlak islam) sendiri yang lebih banyak “berbicara” kepada segenap lapisan masyarakat Indonesia.
2.      Faktor para mujtahid dakwah yang banyak terdiri atas para saudagar yang taraf kebudayaannya sudah tinggi, yang telah berhasil membawakan Islam dan segala kebijaksanaan kemahiran dan keterampilan
3.      Ajaran Islam tentang dakwah untuk menyampaikan ajaran Allah walaupun sekedar satu ayat kepada segenap manusia di seluruh pelosok bumi telah menjadikan segenap kaum muslimin menjadi umat dakwah.
4.      Baik agama Hindu maupun Budha pada umumnya dipeluk oleh orang-orang keraton yang pada saat mulai tersebarnya Islam antara raja yang satu dengan yang lainnya terlibat dalam perselisihan.
5.      Pernikahan antara para penyebar Islam dan orang-orang yang baru di islamkan melahirkan generasi pelanjut yang menganut dan menyebarkan Islam.

E.     Pengaruh Islam terhadap Peradaban Bangsa Indonesia
1.      Peradaban dan Agama Masyarakat Indonesia Sebelum Kedatangan Islam
Secara geografis, wialayah Indonesia termasuk ke dalam kawasan Asia Tenggara. Masyarakat di wilayah ini telah memiliki peradaban yang tinggi sebelum kedatangn Islam. Hal itu disebabkan karena wilayah Asia Tenggara merupakan Negara-negara yang memiliki kesamaan budaya dan agama.
Bangsa Indonesia dalam sejarahnya telah mengenal tulisan yang diajarkan oleh para penyebar agama Hindu dan Budha.pengaruh ini telah berlangsung cukup lama, mungkin sejak abad ke-6 atau ke-7 M sampai abad ke-14 dan ke-15 M. pengaruh Hinduisme dan Budhisme membawa perubahan besar, terutama dalam sistem pemerintahan.
Bukti dari pengaruh agama Hindu dan Budha bagi masyarakat Indonesia dapat dilihat dari banyaknya bangunan-bangunan suci untuk peribadatan, seperti candi-candi, ukiran, dan sebagainya. Semua bangunan itu merupakan perpaduan antara seni bangunan zaman megalithicum, seperti punden berundak-undak.ukiran dan relief yang terdapat di dalamnya menggambarkan kreatifitas bangsa Indonesia.

2.      Pengaruh Islam terhadap Peradaban Bangsa Indonesia dan Perkembangannya
Islam sebagai agama baru yang dianut sebagian masyarakat Indonesia, telah banyak memainkan peranan penting dalam berbagai kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan. Peranan itu dapat dilihat dari perkembangan Islam dan pengaruhnya di masyarakat Indonesia sangat luas, sehingga agak sulit untuk memisahkan antara kebudyaan local dengan kebudayaan Islam.

Masuknya kebudayaan Islam dalam kebudayaan nasional, meliputi bahasa, nama, adat istiadat dan kesenian.
a.       Pengaruh Bahasa dan Nama
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional banyak terpengaruh dari bahasa Arab. Bahasa ini sudah begitu menyatu dalam lidah bangsa Indonesia. Tidak hanya dalam bahasa komunikasi sehari-hari, bahakan dipergunakan pula dalam bahasa surat kabar, dan sebagainya.
Pengaruh Islam dalam bidang nama, sungguh banyak sekali. Banyak tokoh dan bukan tokoh masyarakat menggunakan nama berdasarkanpada bahasa Arab,yang merupakan bahasa simbol pemersatu Islam. Semua itu bukti adanya pengaruh Islam dalam kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia.

b.      Pengaruh Adat Istiadat
Adat istiadat yang ada dan berkembang di Indonesia banyak dipengaruhi oleh peradaban Islam. Diantara pengaruh itu adalah ucapan salam kepada setiap muslim yang dijumpai, atau penggunaannya dalam acara-acara resmi pemerintahan.
Pengaruh lainnya adalah berupa ucapan-ucapan kalimat penting dalam do’a. yang merupakan pengaruh dari tradisi Islam yang lestari.

c.       Pengaruh Dalam Kesenian dan Bangunan Ibadah
Pengaruh kesenian yang paling menonjol dalam hal ini terlihat dalam irama qasidah dan lagu-lagu yang bernafaskan ajaran Islam. Syair pujian yang mengagungkan nama-nama Allah yang sering diucapkan oleh umat Islam, merupakan bukti pengaruh ajaran Islam terhadap kehidupan beragama masyarakat Islam Indonesia.
Begitu pula pengaruh dalam bidang bangunan peribadatan. Banyak bangunan mesjid yang ada di Indonesia, terpengaruh dari bangunan mesjid yang ada di Negara-negara Islam, baik yang ada di Timur Tengah ataupun di tempat-tempat lainnya di dunia Islam.
d.      Pengaruh Dalam Bidang Politik
Ketika kerajaan-kerajaan Islam mengalami masa kejayaannya, banyak sekali undur politik Islam yang berpengaruh dalam system politik pemerintahan kerajaan-kerajaan Islam tersebut. Misalnya tentang konsep khalifatullah fil ardi dan dzilullah fil ardi. Kedua konsep ini diterapkan pada masa pemerintahan kerajaan Islam Aceh Darussalam dan kerajaan Islam Mataram.[5]

F.      Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia
Dalam perkembangan selanjutnya, Islam menempati posisi penting dalam percaturan sosial ekonomi dan sekaligus percaturan politik. Kekuatan sosial politik itu semakin mantap ketika lahirnya lembaga-lembaga politik, seperti kerajaan-kerajaan Islam. Di antara kerajaan-kerajaan Islam yang pernah berdiri di Indonesia adalah:
a.       Kerajaan Islam Samudra Pasai
b.      Kerajaan Islam Aceh Darussalam
c.       Kerajaan Islam Demak
d.      Kerajaan Islam Pajang
e.       Kerajaan Islam Mataram
f.        Kerajaan Islam Cirebon
g.       Kerajaan Islam Banten
h.       Kerajaan Islam di Kalimantan
i.         Kerajaan Islam di Sulawesi
 Sumber:http://rio-caesar.blogspot.com/2012/06/makalah-sejarah-perkembangan-islam-di.html

0 komentar:

Posting Komentar

 
 
Free Fire Pointer Blue Cursors at www.totallyfreecursors.com