Selamat Datang

Bintang

Pages

Kamis, 28 Februari 2013

Kristen Bertanya Kepada Islam

Pertanyaan ke-66:

Apakah dalam sejarah agama islam ataupun dalam zaman ini terdapat gerakan-gerakan yang menghargai kehidupan selibat? (DE)

Jawaban: Al-Quran mendukung dan mempledoikan perkawinan (24,32). Ia memang memuji para rahib pada umumnya, tetapi sekaligus berkeberatan terhadap kehidupan selibat (57,27). Dari tradisi islam dikenal sebuah pernyataan: „Tidak ada biara dalam agama islam“, atau „Tidak ada selibat dalam agama islam“ (lih. Kumpulan Hadis dari Abu Daw?d). Muhammad, demikian kesaksian sebuah tradisi – pernah mengatakan kepada seorang muslim yang tanpa alasan-alasan yang jelas tidak mau menikah: „Dengan itu engkau memutuskan untuk menjadi saudara setan! Kalau engkau menjadi rahib kristen, silahkan. Tetapi kalau engkau mau mengikuti kami, engkau juga harus mengikuti apa yang kami jalani. Jalan kami adalah perkawinan“.

Walaupun pernyataan ini dan juga pernyataan-pernyataan lain serupa yang menempa eksistensi islam, banyak pertapa dan kaum sufi memutuskan untuk menjalani kehidupan selibat. Mereka yang hidup berumahtangga malah menekankan manfaat kehidupan selibat dan kesulitan-kesulitan yang dialami dalam kehidupan perkawinan atau rumah tangga dibandingkan dengan apa yang dialami oleh para pertapa. Dikatakan, bahwa orang-orang yang hidup berumahtangga selalu melihat kehidupan batiniahnya terancam, dan dengan itu usaha mencari wajah Allah semakin dikaburkan oleh beban perhatian terhadap kehidupan keluarga. Karena itu para pertapa menginginkan supaya mereka dibebaskan dari ikatan-ikatan keluarga. Malah banyak dari antaranya menganggap wajar kalau untuk itu mereka harus meninggalkan istri dan keluarganya untuk bisa mengabdikan diri sepenuhnya pada latihan dan praktek-praktek kesalehan. Banyak orang islam juga – terutama pada bulan suci Ramadan – yang mencari kedekatan dengan Allah (taqarrub bi Allah. Bdk. Sura 56, 7-11; 88-94) dengan jalan mengasingkan dirinya untuk satu jangka waktu tertentu. Ia mempraktekkan kehidupan selibat untuk jangka waktu tertentu. Dalam Sura 3,45 Yesus disebut sebagai salah satu dari antara orang-orang “yang boleh mengalami kedekatan dengan Allah” ini. Lebih jauh, dalam gerakan-gerakan zaman itu, misalnya gerakan Tablïghi Jam??at (Ordo pengkhotbah) diharuskan untuk sekurang-kurangnya meninggalkan segala aktivitas harian selama sebulan untuk bisa berjalan keliling kota dan desa demi kepentingan kotbah.

Banyak dari para pertapa mengerti usaha mengambil jarak dari dunia sebagai suatu reaksi penolakan terhadap situasi masyarakat manusia. Dalam kesepian dan kesendirian mereka mencari ketenangan yang bisa membantu mereka untuk lebih berkonsentrasi pada latihan-latihan matiraga mereka. Pergaulan dengan masyarakat manusia – demikian keyakinannya – hanya membawa mereka kepada kesibukan yang dangkal dan hanya menarik mereka kepada orang-orang yang hidupnya penuh dosa dan kesalahan. Sebaliknya pertapa menjalani sebuah kehidupan, seolah-olah hanya ia yang berada di hadapan Allah, seolah-olah tidak ada manusia lain yang hidup di bumi ini. Cara hidup dan cara pandang seperti ini jelas mempengaruhi juga gerakan-gerakan yang anti terhadap dunia dan tubuh/badan, baik itu pada agama-agama sebelum islam maupun agama-agama di luar agama islam (bdk. Tor Andrae, Islamische Mystik, cetakan ke-2, Stuttgart: Kohlhammer 1980, hal. 56-58). (Penjelasan ini mencerminkan sebagian besar bagian akhir dari sebuah artikel tentang „Askese“ dari Th. A. Khoury, dalam: Khoury/Hagemann/Heine, Islam-Lexikon I, hal. 85dst.)

Keperawanan Maria, ibu Yesus – sebagaimana yang dipaparkan oleh Al-Quran – dapat menjadi sebuah opsi untuk memperjelas kehidupan selibat, baik dari pihak kristen maupun islam. Al-Quran mengajarkan, bahwa Allah menjadikan Maria yang tubuhnya tanpa noda (murni) sebagai contoh bagi semua orang yang percaya (bdk. Sura 66,11-12). Sementara menurut iman muslim Yesus dilihat sebagai seorang nabi serta sabda dan roh Allah, Maria justru dalam Al-Quran digambarkan sebagai seorang yang saleh dan tunduk kepada Allah. Dengan kata lain, Maria digambarkan sebagai „seorang yang masuk dalam barisan mereka yang dengan rendah hati tunduk dan taat pada Allah“ (min al-q?nitïn) (66,12). Ia juga digambarkan sebagai seorang wanita yang percaya sepenuhnya pada Sabda Allah, ya sebagai seorang wanita yang „sungguh“ (siddïqa, Sura 5,75). Al-Quran juga menggambarkannya sebagai seorang yang menarik diri dari segala kesibukan harian yang biasa dan pergi ke suatu tempat yang jauh, dimana ia dapat berdoa kepada Allah dalam ketenangan (bdk. Sura 19,16-17). Komentator Hadis yang terkenal al-Tirmidhi (d. 892) memberikan komentar terhadap ayat al-Quran ini demikian: „Maria diminta oleh Allah untuk hidup dalam doa tapa/mati raga, atau hidup dalam „doa yang selalu terarah pada kenangan akan Allah“ (dhikr), dimana hatinya sepenuhnya tertuju pada Allah. Ia lalu memenuhi hatinya dengan cinta, sehingga jiwanya tidak bisa lain kecuali terpaut padaNya dan dilindungi olehNya. Ia jugalah yang melindunginya sehingga segala kerinduan Maria yang suci tidak berlalu begitu saja dan terpencar tak tentu arah. Maria diminta untuk hidup dalam situasi doa tapa/mati raga dan dalam keheningan, dalam situasi mencari kehormatan Allah, tanpa pernah menyerah untuk tetap tinggal di dalamNya.“

Menurut al-Quran, Allah menjadikan Maria sebagai model atau contoh untuk “orang-orang yang percaya”. Orang-orang Kristen yang memelihara kemurniannya sebagaimana Maria memelihara kemurniannya mengikuti teladannya sebagai orang yang rendah hati dan penuh pasrah pada kehendak Tuhan. Apa yang digambarkan oleh Al-Tirmidhis tentang doa tapa/mati raga Maria adalah suatu sikap doa yang ingin dihidupi oleh orang-orang Kristen dalam ordo-ordo kontemplatip. Orang-orang Kristen lain yang hidup dalam biara atau tarekat, mereka yang berusaha untuk menghidupi sebuah hidup yang kontemplatif di tengah-tengah kegiatannya, memiliki idealisme yang sama seperti idealisme Maria. Atau dengan kata-kata Tirmidhis sendiri: “Tidak jemuh-jemuhnya mencari kehormatan Allah, dan berusaha melakaukan segala-galanya untuk tetap tabah dalam usaha dan semangat ini“.

Dengan ini dapat dikatakan: Nilai dari kehidupan selibat atau keperawanan yang dipilih oleh mereka yang berusaha untuk melangkah lebih jauh daripada hukum-hukum atau aturan yang telah ditetapkan dan berusaha untuk menghidupi sebuah cinta yang intim – mereka yang oleh al-Quran disebut sebagai „min al-muqarrabïn“, bukanlah suatu yang asing dalam tradisi islam. Para sufi zaman dulu selalu memberikan motivasi kepada murid-muridnya untuk menempuh cara hidup selibat. Banyak orang malah melihat kehidupan selibat itu sebagai sebuah bentuk kehidupan yang lebih tinggi dari kehidupan perkawinan, sejauh kehidupan selibat ini membantu orang bersangkutan untuk menyerahkan diri sepenuhnya pada Allah. Dalam karyanya yang terkenal Ihy? ?ul?m al-dïn al-Ghaz?li (d. 1111) mengutip Sufi al-Dar?ni dengan kata-kata sebagai berikut: “Manisnya adorasi dan penyerahan hati yang tak terganggu sebagaimana yang dirasakan oleh orang-orang yang hidup selibat, tidak akan pernah dialami oleh orang-orang yang hidup dalam perkawinan” (bdk. Thomas Michel, „The vows of religious life in an islamic context“, dalam: Encounter (Rome), no. 132. Pebruari 1987.)

Pembaharu terkenal Jam?l al-Dïn al-Afgh?ni (1838-1897) yang juga adalah guru dari Muhammad ?Abduh (1849-1905) tidak pernah menikah. Dalam kehidupannya yang aktif dan dinamis, dimana ia mengunjungi hampir seluruh dunia islam, banyak murid-muridnya dan juga para pemimpin mengagumi kepribadiannya dan rela untuk menyerahkan putri-putrinya untuk dinikahi olehnya. Tetapi jawaban dari al- Afgh?nis sangat sederhana: „Pengantinku adalah umma (persekutuan islam)“. Di sini kita bisa melihat kesamaan-kesamaan dasar dan motivasi kehidupan selibat kristiani: Keinginan untuk menyerahkan diri sepenuhnya penuh kerendahan hati kepada persekutuan kristiani atau Gereja yang dalam kacamata iman orang Kristen dilihat sebagai tubuh atau “pribadi” Yesus Kristus, Dia yang disalibkan dan bangkit.

Patut diingat, bahwa pembatasan kegiatan seksual merupakan suatu bagian integral dari aktus kebaktian islam. Berpuasa pada bulan suci Ramadhan tidak hanya berarti berpuasa dan pantang terhadap makanan dan minuman, tetapi juga pantang terhadap kegiatan-kegiatan seksual selama waktu berpuasa. Yang dimaksudkan di sini ialah bahwa orang islam berpantang terhadap aktivitas seksual selama bulan suci ini bukan karena mereka menganggap seks itu suatu yang jahat, hina dan rendah, melainkan karena Allah memanggil mereka pada bulan suci ini untuk menyerahkan diri kepadaNya dengan hati yang tak terbagi.

Secara singkat dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Juga kalau agama islam menekankan nilai dan pentingnya kehidupan perkawinan/keluarga, tokh terdapat elemen-elemen dalam kepercayaan dan kehidupan islam yang dapat membantu umat islam untuk mengerti janji atau kaul-kaul selibat serta “keperawanan” yang ditahbiskan bagi Allah dari pihak kelompok-kelompok Kristen tertentu. Bagi banyak orang, terutama bagi individu-individu tertentu yang cendrung berdebat atau bahkan bertengkar, opsi kehidupan Kristen yang selibat kelihatannya melawan kodrat alam dan tidak sesuai dengan wahyu Allah. Sebaliknya banyak orang muslim juga yang merasa ingin tahu. Mereka menunjukkan interesnya yang jujur dan ingin mengetahui motivasi-motivasi apa yang berada di balik opsi kehidupan selibat ini, karena bagaimanapun juga mereka merasakan adanya simpati alami bagi “orang-orang yang menahbiskan dirinya bagi Allah”. Pertanyaan-pertanyaan dari pihak islam tentang cara kehidupan ini hendaknya tidak dijawab hanya pada jajaran teoretis. Contoh dan kesaksian dari orang-orang yang menahbiskan dirinya bagi Allah terutama berhubungan dengan kaul mereka tentang kemiskinan injili, kemurnian dan ketaatan berbicara lebih banyaak daripada hanya kesaksian kata-kata kosong.
Sumber: http://aam.s1205.t3isp.de/kronologi-pertanyaan/kronologi-pertanyaan/pertanyaan-ke-66-apakah-dalam-sejarah-agama-islam-ataupun-dalam-zaman-ini-terdapat-gerakan-gerakan-yang-menghargai-kehidupan-selibat-de-jawaban-al-quran-mendukung-dan-mempledoikan-perkawinan-2432-ia-memang-memuji-para-rahib-pada-umumnya-tetapi.html?L=7

0 komentar:

Posting Komentar

 
 
Free Fire Pointer Blue Cursors at www.totallyfreecursors.com